Kamis, 08 Desember 2011

Preeklamsi Berat

Preeklamsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan. Di samping perdarahan dan infeksi, penyakit ini masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini preeklamsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. 1,2
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblas.3,4
Untuk menegakkan diagnosis preeklamsia, kenaikan tekanan darah sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan darah diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Pengukuran tekanan darah ini dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dengan selang waktu 6 jam dalam keadaan istirahat.2,5
Proteinuria didefinisikan sebaai peningkatan ekskresi protein dalam urine sebanyak 0,3 gr protein dalam 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada tes dipstick) dalam pengambilan urine sewaktu dan tidak adanya bukti infeksi saluran kemih.6
II. KLASIFIKASI
Preeklamsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut: 4,7,8
1. Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jam atau kualitatif > +2
3. Oliguria<400ml/24jam
4. Edema paru : nafas pendek, sianosis, ronkhi +
5. Nyeri epigastrium atau kuadran atas kanan perut.
6. Gangguan penglihatan : skotoma atau penglihatan berkabut
7. Nyeri kepala hebat, tidak berkurang dengan analgesik biasa
8. Hiperrefleksia
9. Mata : spasme arteriolar, edema, ablasio retina
10. Koagulasi: koagulasi intravaskuler diseminata, sindrom HELLP
11. Pertumbuhan janin intrauterin yang terlambat (IUFGR)
12. Otak : edema serebri
13. Jantung : gagal jantung
III. INSIDEN
Angka kejadian preeklamsia kurang lebih 3-14 % dari seluruh kehamilan di seluruh dunia dan sekitar 5-8 % di Amerika Serikat dengan 75 % kasus dengan PE ringan dan 25 % PE berat. 10 % preeklamsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu.9
Zuspan P.P. (1978) dan Arulkumaran A. (1995) melaporkan angka kejadian PE di Indonesia 3,4-8,5 %. Dari penelitian Soedjonoes di 12 RS rujukan pada tahun 1980 dengan jumlah sample 19.506, didapatkan kasus PE 4,78 %. Penelitian yang dilakukan Soedjoenoes pada tahun 1983 di 12 RS Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian PE-E 5,30 % dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibanding kehamilan normal). 10
Preeklamsia merupakan penyebab ketiga dari kematian pada kehamilan setelah perdarahan dan emboli, yang diperkirakan 790 kematian maternal per 100.000 kelahiran. 11
Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda.1
IV. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut Preeclampsia, the disease of theories (Zweifel, 1916). Teori yang sekarang ini banyak dikemukakan sebagai penyebab preeklamsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.1,2
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan (a) mengapa frekuensi menjadi tinggi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa (b) mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada triwulan III (c) mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan (d) mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya (e) penyebab timbulnya hipertensi. proteinuria, edema, dan konvulsi sampai koma. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia.1,2
Sejumlah hipotesis tentang etiologi preeklamsia antara lain : 1,16,10,13
1. Hipotesis iskemia plasenta
Pada pembentukan plasenta yang normal, sitotrofoblas melewati jembatan placenta dan maternal serta akan menginvasi desidua maternal dan arteri spiralis maternal yang terdekat. Sitotrofoblas akan berpenetrasi pada dinding arteri spiralis dan menggantikan bagian endothelium maternal, yang akan menstimulasi remodeling dari dinding arteri sehingga otot polos arteri akan hilang dan arteri berdilatasi. Pada desidua, akan terjadi konfrontasi dari Natural Killer cells dan beberapa makrofag. Sel-sel imun ini akan memfasilitasi invasi yang lebih dalam dari sitotrofoblas pada segmen miometrium dan menyebabkan remodeling arteri spiralis yang luas. Pada preeklamsia, invasi sitotrofoblas tidak sempurna sehingga terjadi gangguan dalam remodeling arterial. Kegagalan remodeling arteri spiralis maternal akan mengakibatkan perfusi yang tidak adekuat dan akhirnya menimbulkan iskemia plasenta.
Akibat dari iskemia plasenta, maka akan merangsang pelepasan sitokin-sitokin yang akan menyebabkan disfungsi endotel. Penanda terjadinya disfungsi endotel pada perempuan dengan preeklamsia yaitu pada rasio prokoagulan/antikoagulan, peningkatan fibronektin dan aktivasi platelet, serta perubahan-perubahan pada vasomediator, seperti: penurunan nitric oxide dan prostaglandin, peningkatan endothelin,tromboksan, dan sensitivitas Angiotensin II.
2. Hipotesis Maladaptasi Imun
Pada kehamilan pertama ”blocking antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna sehingga timbul respon imun yang tidak menguntungkan terhadap inkompabilitas plasenta seperti peningkatan desidua yang melepaskan sitokin, enzim proteolitik dan jenis-jenis radikal bebas yang kemudian menyebabkan disfungsi endotel. Pada kehamilan berikutnya pembentukan ”blocking antibodies” ini semakin sempurna.
Fierlie P.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklamsia-eklamsia:
a. Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks imun dalam serum
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria
Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada preeklamsia/eklamsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan preeklamsia/eklamsia.
3. Hipotesis Genetik
Preeklamsia diturunkan secara resesif tunggal atau gen dominan yang tidak komplit.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia/eklamsia antara lain :
a. Preeklamsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak-anak dari ibu yang menderita
preeklamsia/eklamsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
4. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklamsia didapatkan kerusakan endotel vaskuler, sehingga terjadi produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan, dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
5. Teori Hiperdinamik
Pada awal kehamilan, terjadi peningkatan cardiac output yang dikompensasi dengan vasodilatas
i pembuluh darah termasuk sistem arteriol di ginjal. Akibatnya terjadi peningkatan aliran di kapiler dan menyebabkan jejas sel endotel kapiler.
Adapun faktor-faktor predisposisi terjadinya preeklamsia antara lain : 4,15,16
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu remaja dan umur 35 tahun ke atas
2. Multigravida dengan kondisi klinis :
a. kehamilan ganda dan hidrops fetalis
b. penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes melitus
c. penyakit-penyakit ginjal
3. Hiperplasentosis : molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, diabetes melitus
4. Riwayat keluarga pernah preeklamsia dan eklamsia
5. Obesitas dan hidramnion
6. Gizi yang kurang dan anemi
7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidan.
V. PATOFISIOLOGI
A. Sistem Saraf Pusat
Pada preeklamsia, aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas normal. Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi. Ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan. 1
B. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklamsia berat. Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda preeklamsia berat yang mengarah pada eklamsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.1,2
C. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema para yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pneumonia atau abses paru.1,2
D. Sistem Kardiovaskuler
Volume plasma berkurang pada pasien dengan preeklamsia. Karena penyebabnya tidak diketahui, maka manajemen pengobatannya masih kontroversial. Hipertensi diperkirakan karena akibat dari pelepasan substansi pressor dari uterus yang hipoperfusi atau sebagai kompensasi sekresi katekolamin. Proponen pengobatan dari teori ini adalah menganjurkan untuk menghindari diuretik dan menggunakan volume ekspander. Teori lain mengatakan penurunan volume disebakan oleh efek sekunder dari vasokonstriksi. Proponen pengobatan teori ini ialah dengan menggunakan vasodilator dan berhati-hati menggunakan volume ekspander karena dapat memicu terjadinya hipertensi atau edema paru.14
E. Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi garam dan air. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan dengan demikian juga retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50 % dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria. Kadar kreatinin dan ureum pada preeklamsia tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria. 1,2
Karakteristik lesi ginjal pada pasien preeklamsia yaitu ”glomeruloendotheliosis”, yang ditandai dengan pembengkakan dan pembesaran sel-sel endothelial kapiler glomerulus,yang menyebabkan penyempitan lumen kapiler.3,14
F. Hati
Gangguan pada hati sangat bervariasi, mulai dari gejala subklinis dengan manifestasi hanya berupa deposit fibrin di sepanjang sinusoid hepatik sampai terjadinya ruptur hepar. Gejala yang paling ekstrim yaitu sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzymes, and low platelet) dan infark hati. 14
Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri dari: Hemolisis, kelainan apus darah tepi, total bilirubin > 1,2 mg/dl, LDH > 600 U/L, peningkatan fungsi hati, serum AST > 70 U/L, jumlah trombosit < 100000/mm3. Patogenesis sindrom HELLP belum jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler, akibatnya terjadi agregasi trombosit dari selanjutnya kerusakan endotel. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder oleh obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin pada sinusoid. Trombosit dikaitkan dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit. 6
G. Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta menyebabkan gangguan fungsi plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen. Pada preeklamsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.1,2
H. Keseimbangan air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai preeklamsia dan eklamsia tidak diketahui sebabnya. Terjadi di sini pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial. Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia.2
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
- Keluhan sekarang :
Ada tidaknya sakit kepala, gangguan visus/penglihatan, nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas, pembengkakan pada wajah atau adanya kenaikan berat badan yang berlebihan.3,15
a. Sakit Kepala
Sakit kepala jarang terjadi pada kasus yang ringan, tetapi frekuensinya meningkat pada kasus-kasus yang lebih berat. Sakit kepala tersebut biasanya frontal, tetapi dapat terjadi oksipital, dan resisten terhadap analgesik yang biasa.3
b. Gangguan Visus
Gangguan visus berkisar mulai pandangan yang agak kabur sampai kebutaan, dapat terjadi pada preeklamsia. Meskipun gangguan semacam itu diperkirakan oleh beberapa pakar, asalnya sentral, tampaknya hal tersebut disebabkan spasme arteriola, iskemia, edema, dan pada keadaan yang jarang, benar-benar terjadi pelepasan retina. Pada umunya, prognosa retina yang terlepas tersebut adalah baik, retina akan melekat kembali, yang biasanya terjadi dalam beberapa minggu setelah kelahiran. Perdarahan dan eksudasi sangat jarang pada preeklamsia, dan bila terjadi seringkali menunjukkan adanya penyakit hipertensi vaskuler yang kronis yang telah ada sebelumnya.
c. Nyeri Epigastrium atau Kuadran Kanan Atas
Nyeri pada epigastrium atau pada kuadran kanan atas merupakan gejala preeklamsia berat dan merupakan petunjuk terjadinya ancaman kejang. Hal ini dapat disebakan oleh peregangan kapsul Glisson hepar, dan mungkin akibat edema hepar dan perdarahan kapsuler.
d. Kenaikan berat badan
Tanda lain terjadinya preeklamsia adalah peningkatan berat yang mendadak. Sesungguhnya, kenaikan berat badan yang berlebihan pada beberapa wanita merupakan tanda yang pertama. Berat badan normal meningkat kurang lebih 1 pon per minggu, tetapi bila kenaikan berat badan melebihi 2 pon kapan saja dalam seminggu, atau 6 pon dalam sebulan, maka suatu ancaman preeklamsia harus dicurigai. Suatu yang yang khas pada preeklamsia adalah kenaikan berat badan berlebihan yang mendadak, dan bukan kenaikan yang terjadi secara merata dalam kehamilan. Kenaikan berat yang mendadak dan berlebihan pada waku hamil disebabkan terutama oleh retensi cairan yang abnormal, dan biasanya dapat dibuktikan, sebelum terlihat adanya tanda ”dependent” edema, seperti misalnya pembengkakan kelopak mata dan menggembungnya cairan mata.
- Riwayat persalinan yang lalu
- Riwayat penyakit yang lalu
Keadaan-keadaan yang dapat memicu terjadinya hipertensi seperti penyakit diabetes, ginjal, dan jantung.
- Riwayat keluarga
- Riwayat konsumsi obat-obatan
Pemeriksaan Fisis 11,19
- Preeklamsia berat dapat menyebabkan pe
rubahan tingkat kesadaran
- Edema pada wajah diperhatikan, jika tidak yakin dengan pembengkakan pada wajah pasien, tanyakan pada pasangannya atau keluarganya apakah dia terlihat berbeda.
- Pemeriksaan tekanan darah
Kelainan dasar dalam preeklamsia adalah vasospasme terutama pada arteriole. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa peringatan preeklamsia yang dapat diandalkan adalah kenaikan tekanan darah. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih dipercaya daripada sistolik karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien.3
- Pemeriksaan refleks-refleks dan menilai ada tidaknya klonus
- Funduskopi untuk melihat papiledema pada pasien preeklamsia
- Ada tidaknya nyeri tekan hepar
- Palpasi uterus untuk mengetahui kesesuaian dengan usia kehamilan
Pemeriksaan Penunjang 11,19
- Urinalisis: Adanya proteinuria. Proteinuria juga dapat timbul akibat kontaminasi dengan darah, likuor, atau pelepasan cairan dari vagina.
Pada preeklamsia dini, proteinuria mungkin minimal atau tidak terjadi. Pada bentuk yang lebih berat, proteinuria biasanya dapat dibuktikan dan dapat mencapai lOg/L. Proteinuria hampir selalu terjadi lebih lambat dibandingkan dengan hipertensi, dan biasanya lebih lambat daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.3
- Pemeriksaan Darah
Hb, hematokrit, trombosit, fungsi ginjal, fungsi hati, asam urat, LDH,. Pada pasien preeklamsia ditemukan abnormalitas seperti: peningkatan asam urat, peningkatan alanin transaminase dan aspartat transaminase, peningkatan hematokrit, dan penurunan trombosit.
- Ultrasonografi
Ultrasonografi untuk konfirmasi perkembangan janin. Preeklamsia dapat menyebabkan restriksi pertumbuhan intrauterine, ologohidramnion, dan abnormal Doppler karena insufisiensi plasenta.
VII. PENANGANAN
I. Penanganan Umum 6,7
• Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg
• Pasang infus RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
• Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
• Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
• Jika jumlah urin < 30 ml perjam :
- infus cairan dipertahankan 1,5-2 liter/24 jam pantau kemungkinan edema paru
- Pasien tidak ditinggal sendiri. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
• Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
• Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
- krepitasi merupakan tanda edema paru, stop pemberian cairan. dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg IV
• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terjadi koagulopati
II. Antikonvulsan
1. Magnesium Sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklamsia dan eklamsia 6,7
Alternatif 1
- dosis awal : 4 gr IV sebagai larutan 40 % selama 5 menit. Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSC>4 (40%) 6 gr dalam 500 ml RL selama 6 jam. Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSC>4 (40%) 2 gr IV selama 5 menit
- dosis pemeliharaan : MgSCM gr/jam melalui infus Ringer Asetat/ Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jam postpartum • Alternatif II
- dosis awal : MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
- dosis pemeliharaan : Diikuti dengan MgSC>4 (40%) 5 gr IM dengan 1 ml lignokain (dalam semprit yang sama).
Syarat pemberian MgSO4 :
- frekuensi pernapasan minimal 16x/menit
- refleks patella (+) kuat
- urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
- tersedia antidotum MgSCU, yaitu kalsium glukonas 10 % 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit
2. Diazepam, pemberiannya mulai intravena dan rektum. Pemberian intravena dosis awal diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit. Jika kejang berulang, ulangi dosis awal. Dosis pemeliharaan diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per infus. Jangan berikan > 100 mg/24 jam. Jika pemberian IV tidak memungkinkan, dapat diberikan per rektal dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml. Jika masih kejang, beri tambahan 10 mg/jam. Dapat pula diberikan melalui kateter urin yang dimasukkan ke dalam rektum.
III. Antihipertensi 6,7,20
Jika tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih, berikan obat antihipertensi. Tujuannya untuk mempertahankan tekanan diastolik antara 90-100 mmHg dan mencegah perdarahan serebral.
a. Hidralazin, diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit. Ulangi setiap jam sampai tekanan darah turun (dosis maksimal 400 mg/hari).
b. Labetolol 10 mg IV, jika tekanan diastolik >110 mmHg, berikan labetolol 20 mg IV, naikkan dosis sampai 40 dan 80 mg jika respon tidak baik sesudah 10 menit (dosis maksimal 220 mg/hari)
c. Nifedipin 3-4 x 10 mg oral. Bila jam ke-4 tekanan diastolik belum turun, berlaku tambahan 10 mg oral (dosis maksimal 80 mg/hari), atau nifedipin 5 mg sublingual.
IV. Pengobatan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan 20
Belum inpartu : – Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop ?5 dan dengan fetal heart montitoring
- Seksio sesarea bila :
a. Fetal assesment jelek
b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (Bishop < 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin
c. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk terminasi dengan seksio sesarea.
Sudah Inpartu : Kala I: Fase laten : 6 jam tidak fase aktif dilakukan SC
Fase aktif : Amniotomi saja
Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap dilakukan SC
Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan
V. Postpartum
- Antikonvulsan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir
- Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih >110 mmHg
- Pantau urin 6,7
VI. Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika : 6,7
- terdapat oliguri (<400 ml/24 jam) terdapat sindrom HELLP
- koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang
VIII. PROGNOSIS
Kematian ibu yang disebabkan oleh preeklamsia jarang terjadi di Amerika Serikat. Sedangkan kematian janin atau perinatal cukup tinggi, dan uniumnya menurun seiring dengan bertambah maturnya janin. Risiko rekurensi dari preeklamsia yaitu sekitar 5-70 %, dengan risiko tertinggi pada perempuan dengan preeklamsia berat dan sebelum usia kehamilan 30 minggu. Perempuan dengan preeklamsia ringan dan kehamilan mendekati cukup bulan, hanya mempunya risiko 5% untuk terjadinya rekurensi. Preeklamsia tidak menimbulkan hipertensi yang kronik. 8,15
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :7
- Iskemia uteroplasenter
• Pertumbuhan j anin terhambat
• Kematian janin
• Persalinan prematur
• Solusio plasenta
- Spasme arteriolar
• Perdarahan serebral
• Gagal jantung, ginjal, dan hati
• Ablasio retina
• Thromboemboli
• Gangguan pembekuan darah
• Buta kortikal Kejang dan koma
• Trauma karenakejang
• Aspirasi cairan, darah, muntahan, dengan akibat gangguan pernapasan
- Penanganan tidak tepat
• Edema paru
• Infeksi saluran kemih
• Kelebihan cairan
• Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R. Toksemia Gravidarum. Dalam : Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1998 : 198-208.
2. Wibowo B & Rachimhadhi. Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo. Jakarta. 2002 : 281-301.
3. Prithchard, J. A., Penyakit Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam : Obstetri Williams, Edisi ke-22. Appleton Century Crofts. New York. 1997 : 761-96
4. Brandon JB, Amy EH, Nicholas CL, Harold EF, Edward EW. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetri
cs. Second edition. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelpia. 2002.
5. Diaa E. Obstetrics Siplified. Departement of Obstetrics & Gynecology, Benha Faculty of Medicine, Egypt. 2001.
6. James RS, Ronald SG, Beth YK, Arthur FH, David ND. Danforth’s Obstetrics and Gynecology. Nine edition. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelpia. 2003.
7. Paul C, Susan M. Johnson. Cirrent Clinical Strategies Gynecology and Obstetrics. Current Clinical Strategies Publishing: California.2006.
8. Diana HF. Lecture Notes Obstetrics ang Gynaecology. Second edition. Blackwell Publishing: UK. 2004
9. Barss VA & Repke JT. Preeclampsia. Available from http://patients.uptodate.com/topic.asp. Accesed on June 2007.
10. Sudhaberta K. Profit Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan Kaltim. Bagian Kebidanan dan Kandungan RSU Tarakan, Kaltim. Available from : http://www.tempo.co.id. Accesed on June, 2007
11. Jung, DC. Pregnancy, Preeclampsia Available at: http://www.emedicine.com/ Accesed on June 11th, 2007.
12. Access Medicine. McGraw-Hill’s: USA.2006.
13. Joe LS, Sherman E. Genetics on Obstetrics ang Gynecology. Third edition. Saunders Elsevier: Philadelpia. 2003.
14. Alan HD, Lauren N. Current Obstetrics & Gynecologic Diagnosis & Treatment. Ninth Edition. McGraw-Hill’s: USA.2003.
15. Martin LP. Benson & Pernoll’s handbook of Obstetrics & Gynecology. Tenth Edition. McGraw-Hill’s: USA.2001.
16. Neville FH, George M, Joseph GG. Essentials of Obstetrics and Gynecology. Fourth edition. Elsevier Saunders. 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar